Perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya membuat 45 orang Kontingan Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) PWI Bengkulu berhasil tiba dengan selamat di Kampus Universitas Negeri Malang Kota Malang Provinsi Jawa Timur sekitar pukul 20.55 WIB.
Rombongan Bumi Rafflesia langsung disambut hangat dan ramah dari pihak panitia SIWO PWI Jatim dalam ajang Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) Ke XIII Malang 2022.
Menu makan malam menjadi santapan hangat para rombongan, yang memang sudah terlihat kelelahan usai menempuh jarak lebih kurang 3 jam dari Bandara Juanda ke Kota Malang menggunakan Bus panitia.
Setelah makan. Rombongan kami pun akhirnya diarahkan panitia Porwanas menuju lokasi penginapan yang sudah ditentukan masing-masing cabor.
Ajang Porwanas kali ini, Alhamdulillah Kontingen Bengkulu mengirim atlit untuk berlaga di enam cabang olahraga yang dipertandingkan. Keenam cabor itu adalah Tenis Meja, Bulutangkis, Catur, Biliar, Futsal, dan Atletik.
Tapi kali ini bukan suasana pertandingan cabor Porwanas yang akan saya goreskan. Melainkan sisi tak biasanya sebuah kota pasca tragedi Kanjuruhan membuat suasana terasa berbeda pada umumnya.
Usai melewati malam yang dingin di Kota Malang membuat kondisi Kota Malang sudah mulai terang pada pukul 5 subuh. Sedangkan, di Bengkulu matahari baru mulai terbit pukul 6 pagi. Hal inilah yang kemudian membuat kami yang bermalam di hotel D’Fresh Jalan Candi Trowulan agak “pangling” alias canggung dengan perbedaan kondisi wilayah tersebut.
Perasaan tak biasa terlihat disepanjang persimpangan sudut Kota Malang dimana tidak ada satu pun petugas kepolisian lalu lintas bertugas. Justru yang kerap kami temui justru warga sipil berompi dengan tulisan Dishub.
Menurut informasi yang kami dapat dari beberapa warga, bahwa akibat tragedi Kanjuruhan petugas pengatur lalu lintas di beberapa titik ruas jalan diatur warga berompi Dishub. Disisi lain, setiap sudut kota Malang pun banyak sekali tulisan baik yang ditempelkan di dinding dan spanduk dengan tulisan tentang tragedi kanjuruhan.
Kondisi demikian makin membuat kami rombongan tim cabor futsal SiWO PWI Bengkulu ikut mencungkil sedikit demi sedikit informasi soal perkembangan terkini pasca tragedi kanjuruhan disela waktu senggang keberangkatan sebelum bertanding.
Seorang tukang becak motor yang kerap mangkal di Pasar Besar Kota Malang, Sugianto (57), saat ditanyakan terkait perkembangan terkini di Kota Malang pasca tragedi Kanjuruhan menuturkan bahwa sampai warga disana masih merasakan trauma.
“Jadi mungkin karena kejadian itu membuat banyak polisi yang biasanya bertugas dibeberapa titik ruas jalan kini sudah jarang terlihat. Makanya kini yang banyak mengatur lalu lintas dari warga biasa yang ditugaskan pihak Dishub,” ujarnya sambil mengendarai becak motornya tersebut.
Kami pun sebagai warga pendatang juga ikut merasakan suasana yang tak biasa tersebut. Namun dibalik semua itu, Kota Malang tetap menjadi Kota besar dengan julukan Kota Pendidikan. Hal ini disebabkan banyaknya Perguruan Tinggi ternama baik Negeri dan Swasta.
Apalagi dengan jumlah penduduk Kota Malang lebih kurang nyaris berjumlah 1 juta kian menambah padat dan cepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Suasana yang terbilang sejuk dan dingin mirip dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Bikin kami rombongan harus selalu mengenakan jaket saat keluar penginapan.
Penulis : Dian Marfani, S.I.Kom, wartawan senior pengurus PWI Provinsi Bengkulu.