Jakarta, Realitapost.com — Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama Jawa Pos, mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga Surabaya. Atas utang deviden yang belum dibayarkan Jawa Pos sebesar Rp 54,5 miliar.
Berdasarkan SIPP PN Surabaya nomor 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby, yang diajukan Selasa (1/7/2025) melalui kuasa hukum pemohon, H Arif Sahudi SH MH dengan termohon PT Jawa Pos.
Namun tak lama berselang justru sebaliknya pihak Jawa Pos langsung mempolisikan Dahlan Iskan dengan perkaraan tentang peristiwa 25 tahun yang lalu. Yakni soal siapa sebenarnya pemilik saham Tabloid Nyata.
Dalam sebuah tulisan yang dibuat Dahlan Iskan, menceritakan secara gamblang tentang kronologis perkara hukum yang diperkarakan jawa pos dimana mulanya dia tidak memerlukan sama sekali dokumen-dokumen tersebut. Sudah lebih 15 tahun saya meninggalkan Jawa Pos. Selama itu pula tidak pernah merasa memerlukannya,” bebernya.
“Saya tidak pernah menyangka 15 tahun kemudian ternyata saya memerlukannya. Itu karena hari-hari ini saya harus memberikan keterangan di polisi sebagai saksi atas pengaduan direksi Jawa Pos –direksi yang sekarang– tentang peristiwa 25 tahun yang lalu. Yakni soal siapa sebenarnya pemilik saham Tabloid Nyata.
Saya pun harus menjelaskan ke polisi sepanjang ingatan saya. Ternyata harus ada bukti dalam bentuk dokumen. Maka saya perlukan banyak dokumen.
Sungguh tidak saya sangka persoalan itu diadukan ke polisi. Mengapa Jawa Pos tidak juga mengadukan, misalnya “siapa pemegang saham harian Memorandum”. Atau mingguan berbahasa Jawa “Jayabaya”.
Maka kejadian hampir 25 tahun lalu harus saya flashback. Siapa sangka itu akan terjadi tahun ini. Hidup ini ternyata banyak juga yang harus dijalani tanpa pernah disangka.
Yang juga tidak pernah saya sangka adalah: saya berurusan dengan polisi di usia saya yang 74 tahun. Dulu, saya kira, saya itu akan seumur hidup di Jawa Pos. Katakanlah sampai mati. Bahkan saya bayangkan mungkin makam saya pun kelak akan di halaman gedung Jawa Pos.
Itu karena, seperti banyak yang bilang, “Jawa Pos adalah Dahlan Iskan, dan Dahlan Iskan adalah Jawa Pos”. Rasanya pernah ada media yang sampai menulis seperti itu.
Sebelumnya, Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama Jawa Pos, mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga Surabaya. Atas utang deviden yang belum dibayarkan Jawa Pos.
Berdasarkan SIPP PN Surabaya nomor 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby, yang diajukan Selasa (1/7/2025) melalui kuasa hukum pemohon, H Arif Sahudi SH MH dengan termohon PT Jawa Pos.
Dalam surat setebal 12 halaman, yang ditandatangani kuasa hukumnya, Boyamin bin Saiman, Arif Sahudi, Dwi Nurdiansyah Santoso dan Utomo Kurniawan, Dahlan Iskan menagih utang Jawa Pos sebesar Rp 54,5 miliar.
Utang itu merupakan uang kekurangan pembagian deviden yang menjadi hak Dahlan Iskan, sebagai salah seorang pemegang saham. Yang terlihat dari empat dokumen Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Jawa Pos Group tahun 2003, 2006, 2012 dan 2016.
Rinciannya, tahun 2003 kurang Rp 2,5 miliar, tahun 2006 kurang Rp 6 miliar, tahun 2012 kurang Rp 22 miliar dan tahun 2015 kurang Rp 24 miliar.
“Bahwa berdasarkan data Pemohon, perhitungan pembagian deviden pada tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016 tidak dibagikan secara keseluruhan kepada Pemohon PKPU atau dapat disebut sebagai utang deviden,” bunyi salah satu poin dalam surat permohonan tersebut.
Kuasa hukum Dahlan Iskan, Boyamin yang juga Direktur Kartika Law Firm, beralamat di Jalan Solo-Baki nomor 50, Kwarasan, Solo Baru, Sukoharjo, membenarkan pihaknya mewakili Dahlan Iskan untuk mengajukan PKPU terhadap PT Jawa Pos.
Dengan mengajukan PKPU, Dahlan Iskan memberikan kesempatan selama 45 hari kepada Jawa Pos, untuk melunasi kekurangan pembayaran atau utang tersebut.
Dahlan Iskan di dalam Permohonan itu juga mengatakan, Jawa Pos memiliki utang dalam jumlah besar pada kreditur lain. Yakni Bank Permata, terdiri dari utang jangka panjang Rp164,5 miliar dan utang jangka pendek Rp36,8 miliar. Sedang utang pada BRI senilai Rp1,3 triliun, merupakan utang jangka panjang.
“Pemohon PKPU memberikan kesempatan kepada Termohon PKPU, agar dapat mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya baik kepada Pemohon PKPU maupun kepada Kreditornya. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 222 ayat (3) UU 3 7/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,” tulis Permohonan itu.
Boyamin lantas menjelaskan, Dahlan Iskan melalui lawyer-nya pernah melakukan somasi kepada Jawa Pos, untuk meminta deviden sekitar Rp50 miliaran. Namun, somasi tersebut tidak dijawab-jawab.
“Ini seperti amanah. Pak Dahlan itu kan karyawan lama dan membesarkan Jawa Pos. Sesuai komitmen Pak Dahlan, kalau berhasil dibagi dengan karyawan lama,” sebut Boyamin.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum PT Jawa Pos, Kimham Pentakosta, terkait permohonan PKPU yang diajukan Dahlan Iskan, mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki kewajiban utang apapun.
“Menurut catatan klien kami, PT Jawa Pos tidak memiliki kewajiban utang apapun kepada Bapak Dahlan Iskan. Sehingga apa yang dituduhkan itu tidak didasari fakta yang benar,” ujarnya saat dikonfirmasi memorandum.
Disinggung terkait persiapan menghadapi permohonan PKPU, Kimham masih menunggu panggilan dari pengadilan niaga.
Sedangkan, Pujiono, Humas PN Surabaya dikonfirmasi terkait permohonan PKPU tersebut masih akan dicek. “Besok saya lihat SIPP,” singkat Pujiono.
Sebelumnya, Dahlan Iskan juga menggugat PT Jawa Pos yang saat ini dalam persidangan di PN Surabaya.
Ada dua gugatan yang diajukan. Yaitu, nomor perkara 621/Pdt.G/2025/PN Sby, dimana Dahlan Iskan menggugat PT Jawa Pos dan notaris Edhi Susanto, SH MH (dahulu bernama Topan Dwi Susanto SH MH).
Dan gugatan nomor 625/Pdt.G/2025/PN Sby, Dahlan Iskan menggugat Kristianto Indrawan (Direktur Utama PT Jawa Pos), Hidayat Jati (Direktur PT Jawa Pos), Maesa Samola (Direktur PT Jawa Pos), Cornelis Paul Tehusijarana (Direktur PT Jawa Pos) dan Leak Kustiyo (Direktur PT Jawa Pos). (*/sugeng irawan)
Menurut Wahyu Debat Saputro, praktisi hukum dari The Debat Lawfirm, dengan mengajukan PKPU, pengadilan memberikan waktu selama 45 hari kepada Jawa Pos untuk memenuhi tuntutan Pemohon PKPU.
Berdasarkan UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, pengadilan memberikan waktu maksimal 270 hari.
“Jika sampai batas yang ditentukan pengadilan belum dipenuhi tuntutannya, atau tidak terjadi perdamaian, maka Jawa Pos akan pailit dengan segala akibat hukumnya,” papar Wahyu.
Kalau sampai terjadi pailit, menurut Muhtar Alim, praktisi hukum dan kurator dari The Debat Lawfirm, maka aset Jawa Pos akan menjadi boedel pailit yang nantinya dikelola oleh kurator untuk menyelesaikan pembayaran kepada kreditor-kreditor, termasuk Pemohon PKPU (Dahlan Iskan).
“Saran saya, sebaiknya Jawa Pos duduk bersama dengan Pemohon PKPU untuk menyelesaikan kewajibannya kepada Pemohon PKPU dan kreditor-kreditor lain,” ujar Muhtar Alim.
Muhtar Alim berharap, perusahaan media sebesar Jawa Pos akan bisa menyelesaikan kewajibannya. “Sayang kalau sampai pailit, akan banyak cerita sedih di situ, seperti perusahaan-perusahaan lain yang sudah pailit sebelumnya,” tutupnya. DW