berita realitapost

Bengkulu di Tengah Tantangan Kedangkalan Pelabuhan hingga Harapan Hutan

Bengkulu, Realitapost.com — Beberapa waktu belakangan, Provinsi Bengkulu menghadapi banyak tantangan. Alur mobilisasi yang terganggu karena kapal tidak bisa bergerak di Pelabuhan Pulau Baai.

Kedangkalan pelabuhan membuat kapal pengangkut barang maupun penumpang terhambat, padahal pelabuhan adalah akses penting bagi Bengkulu.

Pun masyarakat di Pulau Enggano semakin terisolasi, hasil alam seperti pisang, tidak dapat didistribusikan. Karena jalur ini satu-satunya jalur yang menghubungkan Pulau Enggano dengan Pulau Sumatera.

“Bengkulu punya geografis yang khas, sebelah barat berhadapan dengan samudera hindia, sehingga aksebilitasnya menjadi terbatas,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu Safnizar.

Faktor penyebab diantaranya arus laut di sekitar Bengkulu jadi lebih kuat, gelombang makin besar, dan pasir serta lumpur lebih banyak terbawa masuk ke Teluk Bengkulu. Karena

Pelabuhan Pulau Baai berada di dalam teluk, sedimen ini terjebak, menumpuk, dan menyebabkan pelabuhan makin dangkal. Beberapa upaya pun dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan dan normalisasi pergerakan di pelabuhan.

Mulai dari pengerukkan sedimentasi, hingga memulihkan kawasan mangrove di sekitar Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu. Bulan lalu, sebanyak 250 batang mangrove ditanam sebagai upaya menahan sedimentasi dan arus laut.

Jika kita lihat lebih dekat, apa yang terjadi di Bengkulu dan Pelabuhan Baai adalah dampak dari perubahan iklim. Ketia air es di kutub mencair sehingga menyebabkan naiknya permukaan air laut. Kenaikan muka laut membuat volume air bertambah dan arus pesisir lebih kuat. Pasir yang tadinya stabil di pantai jadi lebih sering terbawa ke arah laut, lalu masuk ke teluk. Ini adalah krisis atau dampak global yang dirasakan di seluruh belahan dunia.

Fenomena ini membuka mata kita bahwa perubahan iklim nyata dan dampaknya sudah terasa langsung di Bengkulu. Tidak hanya pada jalur logistik dan ekonomi, tetapi juga pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun, disisi lain Bengkulu juga punya solusi, tidak lain adalah kawasan hutan. Tutupan kawasan hutan di Bengkulu yang baik dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan yang tidak hanya di Bengkulu, tetapi juga menyumbang untuk seluruh dunia.

“Kawasan hutan di Bengkulu cukup baik, kawasan hutan dengan luasan 922.291,16 ha atau sekitar 46,11 persen dari total wilayah Bengkulu,” kata Safnizar dalam lokakarya Sinergi Multi pihak dalam Penguatan Hutan Secara Berkelanjutan Sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Provinsi Bengkulu.

Karena itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu sebagai leading sektor terus menguatkan penjagaan hutan melalui kegiatan rehabilitasi dan menumbuhkan kawasan hutan. Termasuk juga melakukan pemeliharaan dan penanaman di kawasan mangrove.

Kawasan hutan dengan tutupan yang baik berperan penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Pohon-pohon menyerap karbon dioksida dari udara dan menyimpannya, sehingga jumlah gas yang memicu pemanasan global bisa ditekan. Dengan cara ini, hutan tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem lokal, tetapi juga ikut berkontribusi menahan laju perubahan iklim global. Atas kontribusi dalam penjagaan hutan, Provinsi Bengkulu mendapatkan pendanaan (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 Kategori Pemanfaatan II, berbasis kinerja atas capaian penurunan emisi Indonesia pada periode 2014–2016.

Hal ini tentu tidak lepas dari peranan masyarakat yang telah melakukan pengelolaan hutan melalui skema perhutanan sosial. Mereka melakukan penanaman, pengembangan jasa ekosistem, hingga tanaman kehutanan seperti kopi, pinang, dan aren. Dengan demikian, hutan menjadi benteng alami yang tidak hanya melindungi ekologi, tetapi juga menopang ekonomi masyarakat.

“Masyarakat memegang peranan dalam rehabilitasi lahan dan hutan, penanaman, dikemas dengan kegiatan yang melibatkan masyarakat melalui masyarakat mitra polhut, kegiatan perhutanan sosial, pun dengan penanaman tanaman yang bernilai ekonomi” paparnya.

Akan tetapi penjagaan hutan bukan hal yang mudah, masyarakat masih mengalami banyak kendala. Diantaranya kendala modal, kapasitas sumber daya manusia, pengetahuan dan informasi. Disisi lain, Dinas Kehutanan selaku pihak yang diamanatkan dalam pengelolaan hutan, memiliki kekurangan sumber daya dalam pengelolaan hutan sekaligus pemberdayaan masyarakat.

Karena itu, pengelolaan hutan yang baik harus dengan pendekatan holistik perlu melibatkaniL lintas sektor di Bengkulu. Kondisi ini menuntut adanya ruang koordinasi yang efektif untuk mempertemukan para pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi, dan daerah.

Lokakarya ini diharapkan menjadi salah satu upaya strategis untuk membangun sinergi Multipihak, pertukaran informasi, meliputi pemerintah, akademisi, sektor swasta, media, dan masyarakat sipil.

Sementara itu, upaya kolaborasi dalam multipihak Kementerian Kehutanan mengeluarkan adanya Integrated Area Development, yang bisa mengakomodir pengelolaan hutan secara multipihak. Melalui kebijakan IAD, Pemerintah daerah dapat menginstruksikan semua Dinas

untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan, melalui program atau pun dukungan kebijakan.

“IAD yang melibatkan berbagai sektor, kolaborasi dari berbagai pihak dan koordinatornya ialah pemerintahan daerah, dan dalam hal ini Sekda karena mereka punya wewenang untuk mendorong dinas terkait untuk mendukung kegiatan,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Enik Eko Wati.

Untuk menyelaraskan dan penyatuan misi dalam pengelolaan hutan, KKI Warsi sebagai lembaga penyalur dana RBP mengadakan lokakarya sinergi multipihak untuk mendukung perhutanan sosial. Lokakarya ini berlangsung di Kota Bengkulu dengan melibatkan. (Rilis)

Exit mobile version