Bengkulu Utara, Realitapost.com — Masyarakat di Bengkulu Utara membuktikan jika menjaga hutan tidak semata mengeluarkan biaya, tetapi juga mendatangkan pendapatan. Menurut data GoKUPS Kementerian Kehutanan, nilai transaksi ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan Bengkulu Utara mencapai Rp5,3 miliar, terutama dari komoditas berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti kopi, getah, karet, jengkol, petai, hingga jasa lingkungan.
Bupati Bengkulu Utara, Arie Septia Adinata, menegaskan komitmennya mengusung arah pengembangan ekonomi hijau yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan hidup. “Mengoptimalisasikan perhutanan sosial yang ada di Bengkulu Utara merupakan bentuk komitmen kita agar hutan tetap terjaga. Dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dapat mendorong praktik Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), ekowisata, jasa lingkungan,” ujarnya.
Bupati Bengkulu Utara membuka Workshop IAD Lokakarya Pengembangan Wilayah Terpadu: Optimalisasi Perhutanan Sosial untuk Mewujudkan Bengkulu Utara yang Maju, Hebat, Sejahtera, Bahagia, dan Berkelanjutan di Kompleks Kantor Bupati pada 25 September 2025.
Menurutnya, hampir separuh wilayah Bengkulu Utara merupakan kawasan hutan yang menjadi penyangga penting ekosistem di Provinsi Bengkulu. Hutan tidak hanya menyimpan potensi jasa lingkungan lewat udara bersih dan sumber air, tetapi juga sumber daya lokal untuk pertanian dan perkebunan. Sayangnya, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan masih banyak yang hidup dalam kemiskinan.
Karena itu, Bupati Arie mengajak seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mengalokasikan program dan anggaran ke wilayah perhutanan. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu Utara, Safnizar, menambahkan bahwa meski kewenangan pengelolaan hutan berada di pemerintah provinsi dan pusat, pemerintah kabupaten tetap memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat di sekitar hutan. “Saat ini pengelola hutan cenderung berjalan sendiri setelah mendapatkan izin. Tanpa dukungan program, mereka kesulitan memahami dan mengembangkan potensi yang ada,” katanya.
Di Bengkulu Utara kopi menjadi produk dominan, pengolahan kopi tidak hanya menjadi bean, KUPS Kopi Sako Lemo Nakai sudah memproduksi kopi bean sudah roasting dan kopi bubuk. Namun, akses pasar yang lemah membuat petani belum menikmati keuntungan maksimal.
“Rantai bisnis kopi cenderung menguntungkan tengkulak. Pemerintah perlu hadir memberikan akses dan jaminan pasar,” tegas Safnizar.
Ia berharap kolaborasi dengan dunia usaha, dinas perdagangan, perkebunan, industri, dan UMKM untuk memperkuat posisi petani hutan. Sementara itu, Kementerian Kehutanan mendorong penerapan Integrated Area Development (IAD) atau pengembangan wilayah terpadu. Konsep ini menekankan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dunia usaha untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan lestari sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga.
“Dampak harus segera dirasakan. IAD adalah jalan terbaik agar perhutanan sosial memberi manfaat ekologi, ekonomi, dan tenaga kerja,” kata Kasubdit Usaha Perhutanan Sosial Dirjen PS Kementerian Kehutanan, Nur Faizin.
Hal ini diperkuat dengan dukungan regulasi juga hadir melalui Perpres No. 28 Tahun 2023 yang menginstruksikan kementerian dan lembaga mengalokasikan program serta anggaran bagi perhutanan sosial.
“Jangan ragu menggunakan dana desa untuk mendukung perhutanan sosial, karena payung hukumnya sudah jelas.”
Melalui pendekatan IAD, masyarakat pengelola hutan diharapkan memperoleh akses legal, mengembangkan HHBK, ekowisata, serta jasa lingkungan secara berkelanjutan. Strategi ini menjadi kunci untuk mewujudkan pembangunan hijau Bengkulu Utara, yang tidak hanya menekankan infrastruktur tetapi juga keberlanjutan ekologis dan kesejahteraan masyarakat.
Bengkulu Utara kini diproyeksikan menjadi kabupaten pertama di Provinsi Bengkulu yang menerapkan konsep Integrated Area Development (IAD). Hal ini tidak lepas dari upaya daerah dalam mengelola hutan secara berkelanjutan sekaligus mengembangkan ekonomi masyarakat.
Salah satu contoh dapat dilihat di Desa Baturaja Rejang, masyarakat tidak hanya menjaga kawasan hutan, tetapi juga memanfaatkannya secara produktif. Mereka mengembangkan jasa lingkungan, ekowisata, serta komoditas lokal seperti kopi. Selain itu, muncul pula usaha kreatif berbasis potensi alam, misalnya ecoprint.
Upaya tersebut adalah bentuk program adopsi hutan yang mendorong masyarakat untuk mengelola hutan dengan prinsip keberlanjutan. Program ini melibatkan kolaborasi lintas pihak, mulai dari lembaga non pemerintah (NGO), pemerintah daerah, hingga pelaku usaha, sehingga manfaat kelestarian hutan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Hasil kolaborasi ini mampu menahan laju deforestasi, mengembangkan kopi dan ekonomi alternatif, serta menarik dukungan banyak pihak melalui skema adopsi pohon,” ungkap Direktur KKI Warsi Adi Junedi, lembaga pendamping masyarakat sekitar hutan.
Bupati Bengkulu Utara menandatangani SK Tim Pojka PPS Kabupaten Bengkulu Utara untuk percepatan dan pengembangan IAD
Dengan arah pembangunan hijau, Bengkulu Utara berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan, sekaligus memastikan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan tetap menjadi prioritas utama. Komitmen tersebut dipertegas dengan ditandatanganinya Surat Keputusan Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan Sosial.
Tim Pokja ini beranggotakan lintas unsur, mulai dari OPD terkait, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, hingga pelaku usaha. Kehadirannya diharapkan mampu memperkuat sinergi dalam mendukung perhutanan sosial, sekaligus memastikan masyarakat di sekitar hutan benar-benar merasakan manfaatnya. Selain itu, Pokja Percepatan Perhutanan Sosial juga akan menyusun rancangan dokumen IAD sebagai pedoman pengelolaan terpadu. Dokumen ini akan menjadi arah kebijakan bersama untuk mengembangkan perhutanan sosial secara berkelanjutan, dengan melibatkan peran aktif masyarakat, pemerintah, dan mitra pembangunan lainnya.