Perjuangan UMKM Coffee Lestari Sindang Dataran Naik Kelas

Bengkulu — Saat ini bisa dibilang kualitas tanaman kopi asal Bengkulu dari berbagai daerah yang ada sudah mampu bersaing dengan hasil kopi daerah luar bahkan tidak kalah dengan kopi asal luar negeri. Namun ditengah kualitas kopi Bengkulu yang mulai mendunia, terselip kegelisahan dari para petani kopi Bengkulu dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Salah satu penghasil Kopi terbesar di Indonesia adalah Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik, Provinsi Bengkulu merupakan Produsen Kopi terbesar ke-5 se-Indonesia dengan produksi sebesar 55 ribu ton atau sebesar 7,23 persen dari total produksi di Indonesia pada tahun 2023.

Lantas seperti apa kegelisahan petani kopi Bengkulu dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasar luar daerah dan tantangan lainnya? Berikut ini kita coba bedah sepintas dengan salah satu penggiat Kopi Bengkulu, Supriadi, pemilik Coffee Lestari yang berasal dari Kecamatan Sindang Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

Dihadapan rombongan Wartawan Ekonomi Bengkulu bersama Bank Indonesia dalam sebuah kegiatan Capacity Building se Provnsi Bengkulu, Supriadi memberikan banyak penjelasan lengkap dan gamblang tentang perjalanan Lestari Coffee untuk terus meningkatkan dan mempertahankan kualitas hasil produksi kopi miliknya tersebut.

Supariadi juga mengaku kalau saat ini ada sembilan varietas kopi yang berhasil dikembangkannnya dan telah memiliki keunikan rasa dan karakteristik yang berbeda dari kopi lainnya.

“Kesembilan jenis kopi yang kita miliki antara lain Sehasen, Sintaro 1, Sintaro 2, Sintaro 3, Mesranan, Air Langan, Sidodaian, Jambian, dan Lampungan. Masing-masing punya ciri khas tersendiri, dari aroma, tingkat keasaman, hingga cita rasa,” beber Supriadi.

Apalagi lokasi tanam kopi yang dikembangkan itu ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata di atas 1.200 meter di atas permukaan laut, dengan permukaan lahan yang subur dan iklim yang sejuk sehingga membuat pertumbuhan tanaman kopi makin berkualitas dengan kategori premium.

Upaya yang dilakukan Supriadi ini sangat tepat sebagai upaya mengangkat UMKM-nya untuk lekas naik kelas bersaing dengan UMKM lainnya. Apalagi sistem pemasaran produk kopinya pun telah memanfaatkan teknologi berbasis penjualan online dan sudah banyak order dari luar daerah yang telah dikirim. Namun seriirng waktu, saat ini yang menjadi tantangannya adalah biaya pengiriman produk melalui kurir sangat tinggi sehingga sedikit memengaruhi daya beli.

Disisi lain untuk produksi kopi petik merah yang saat ini yang diproduksinya belum mampu memenuhi pasar skala besar. Karena proses pengumpulan kopi petik merah hingga pada tahap produksi sangat besar tantangan.

“Jadi kalau untuk kopi petik merah, saya fokus pada kebun milik sendiri dan setiap memasuki masa panen, saya tidak jarang tidur di kebun demi menjaga kopi agar tidak dicuri. Makanya tidak heran harga kopi petik merah sangat mahal dari kopi petik asalan dan kuantitasnya pun tidak bisa skala besar,” ujar Supriadi.

Itulah yang menjadi tantangan para petani kopi Bengkulu khususnya di Sindang Dataran bila ingin memenuhi kebutuhan pasar luar daerah terhadap jenis kopi petik merah berkualitas tinggi. Tentunya dorongan dari Pemerintah Daerah untuk memobilisasi petani Kopi di berbagai daerah di Provinsi Bengkulu untuk konsen dalam menghasilkan produksi kopi petik merah.

Kalau tidak, maka petani kopi akan jalan ditempat dengan hasil produksi kopi asalan yang dijual pada umum. Namun setidaknya dari kisah Supriadi ini memberikan gambaran besar bahwa petani kopi bisa naik kelas dengan meningkatkan literasinya dan semangat untuk bangkit maju dengan cepat melalui program yang telah digagas Bank Indonesia selama ini melalui program pembinaan UMKM yang berkelanjutan.

 

 

Exit mobile version