BENGKULU, REALITAPOST.COM — Jika tidak ada aral melintang, usai lebaran Idul Fitri 1445 H, Lembaga DPRD Provinsi Bengkulu akan melakukan pemanggilan Pimpinan Bank Indonesia terkait pembongkaran dan alih fungsi situs cagar budaya bubungan tiga yang terletak di jalan Ahmad Yani Kelurahan Kebun Keling Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu.
Pernyataan itu dikemukakan langsung Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Edwar Samsi, SIP, MM, kepada wartawan baru-baru ini. Dia menegaskan pemanggilan in bertujuan untuk meminta langsung penjelasan pimpinan Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu terkait kesimpang siuran informasi terkait situs cagar budaya bangunan bubungan tiga yang telah dibongkar dan dialihfungsikan menjadi lahan parkiran milik Bank Indonesia.
“Jadi kita ingin mendegarkan langsung penjelasan pimpinan Bank Indonesia terkait berita situs cagar budaya yang dibongkar telah menjadi viral. Karena bagaimana pun yang namanya situs walau belum menjadi situs namun bila sudah didaftarkan mestinya Bank Indonesia lebih cermat dan teliti terhadap lahan yang mereka beli. Karena dikawasan itu banyak sekali lokasi dan tempat-tempat bersejarah. Apalagi dekat dengan bangunan berserajah benteng Marlborought dan bangunan berserajah lainnya seperti tugu thomas part,” tegasnya.
Selain memanggil pihak Bank Indonesia, dia juga akan memanggil pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu terkait sejauh mana dokumen terkait situs-situs cagar budaya yang ada di Provinsi Bengkulu khususnya di Kota Bengkulu.”Karena kita tidak ingin ada lagi situs cagar budaya Bengkulu yang beralih fungsi,” paparnya.
Sementara itu dari klarifikasi singkat dari pihak Bank Indonesia melalui pesan WA, Kepala KPw Bank Indonesia Bengkulu melalui Humas menyampaikan tidak mengetahui soal apa yang dituduhkan kepada pihaknya yang sudah merusak situs sejarah.“Rekan-rekan, terkait status cagar budaya bisa langsung konfirmasi ke Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII, Bp. Nurmatias,” tegasnya
Dari Bank Indonesia, lanjutnya, yang dapat kami infokan bahwa tanah tersebut diperoleh melalui proses jual beli dengan pemilik terakhir.“Jadi sebelum berubah menjadi lahan parkir, bangunan yang disebut situs sejarah sudah ada proses jual beli dengan pemilik terakhir,” tutupnya.(Dian Marfani)