Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPITTNI Dempo Xler SIP MAP mengatakan, pengajian Ilmu Tasawwuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia telah berkembang menjadi ilmu keislaman. |
BENGKULU, REALITAPOST.COM — Perkembangan ilmu Tasawwuf
Thoriqoh Naqsyabandiyah dimulai dari era Nabi besar Muhammad SAW sampai pada
silsilah ke 38 yaitu Syekh Buya Muhammad Rasyidsyah Fandi. Dibawah asuhan
langsung Al-Mukarom Syekh Buya Rasydsyah Fandi telah bentuk dalam tata kelolah
keorganisasian yang mengikuti perkembangan zaman. Tentunya dengan tidak
meniadakan nilai-nilai dasar ajaran dan metodologi yang relevan dengan
perkembangan masyarakat saat ini.
Untuk menata hal tersebut Thoriqoh Naqsyabandiyah
telah berbadan hukum sebagai sebuah perkumpulan. Hal itu dibuktikan dengan
disahkan dan terdaftar sebagai organisasi yang teregistrasi di Kementerian
Hukum dan HAM Republik Indonesia, dengan nama Perkumpulan Pengajian Ilmu
Tasawwuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia (PPITTNI).
Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
PPITTNI Dempo Xler SIP MAP mengatakan, pengajian Ilmu Tasawwuf Thoriqoh
Naqsyabandiyah Indonesia telah berkembang menjadi ilmu keislaman. Tentunya
sebagai jalan bagi seorang hamba yang menitik beratkan pada proses penyucian
jiwa dan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya.
“Untuk itu para murid thoriqoh dalam
bimbingan para silsilah melalui guru/mursyid diwajib mengamalkan dan menjalani
kehidupan tasawwuf. Tidak hanya menjalankan
ibadah secara formal sesuai dengan ketentuan syariah, tetapi juga berusaha
mengungkap rahasia-kerahasia syariah yang dapat membantu lebih dekat lagi
kepada Allah SWT,” ungkap Dempo dalam konfrensi pers, Rabu (22/3).
Dempo mengatakan, Thoriqoh Naqsyabandiyah
Indonesia memberikan perhatian yang sangat besar pada amalan dan ibadah formal
secara kualitatif dan kuantatif. Berbagai metode latihan yang diatur sedemikian
rupa agar kesucian jiwa dan kedekatan diri seorang hamba kepada Allah SWT dapat
dirasakan oleh jiwa para pengamalnya. Proses pensucian jiwa tersebutlah dinamakan dengan suluk.
“Tujuannya, agar seorang hamba dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Karena sejatinya Allah SWT Maha Suci. Kedekatan
ini kemudian berimplikasi dengan keteguhan jiwa. Agar seorang tidak ingin lagi
melakukan perbuatan dosa,” tuturnya.
Ditambahkan Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi
DPP PPITTNI, Markisman SPi mengatakan, bersuluk atau berkhalwat mempunyai dasar
hukum naqli bersal dari Al Quran maupun Al Hadist. Nabi-Nabi sebelum Rasul
Muhammad SAW seperti Nabi Musa a.s telah melaksanakan khalwat di bukit Tursina.
Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakannya di Gua Hira’. Sabda Rasulullah SAW:
“Nabi Muhammad diberi kesenangan
menjalankan khalwat di Gua Hira’, dengan tujuan beribadat kepada Allah SWT pada
beberapa malam yang tidak sebentar (H.R. Bukhari)”.
Imam al-Bukhari dan Muslim serta beberapa
imam Hadis lainnya meriwayatkan sebuah hadis bahwa umm al-Mu’min Aisyah berkata:
“Nabi digemarkan oleh Allâh untuk
melakukan khalwat, beliau selalu berkhalwat di Gua Hira’ dan melakukan
tahannuts di sana, yaitu beribadah selama beberapa malam tertentu, (Sunan
al-Kubrâ lil Baihaqi, juz 9, halaman: 6)”.
“Harapannya, setelah selesai melakukan
suluk. Para hamba Allah SWT itu dapat menyelamatkan dari penyakit lisan, dapat menyelamatkan seseorang dari beragam
penyakit yang ditimbulkannya oleh pandangan mata. Manfaatnya tentu, suluk dapat
memelihara dan menjaga hati dari hasrat riya’, ingin dipandang orang lain,
mencari simpati dan penyakit batin lainnya. Lalu suluk dapat menyelamatkan
seseorang dari pergaulan dengan manusia-manusia jahat,” ujar Markisman.
Markisman menegaskan, Suluk bisa melahirkan
konsentrasi untuk beribadah dan berzikir, serta ketetapan hati untuk bertakwa
dan berbuat kebajikan. Suluk juga akan memelihara diri dan agamanya dari
keterjerumusan dalam berbagai kejahatan dan permusuhan.“Tentunya, suluk melatih tekun
melakukan ibadah, tafakur dan i’tibar,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Suluk Thoriqoh
Naqsyabandiyah Indonesia, D Hamdani SPi mengatakan, atas berbagai tujuan itu,
pengajian Ilmu Tasawwuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia akan melaksanakan
suluk di berbagai wilayah di Indonesia.
Seperti di Provinsi Bengkulu, ada empat
tempat melakukan suluk. Seperti di Kabupaten Kabupaten Mukomuko, lalu di
Kabupaten Rejang Lebong, Kaur dan Kabupaten Bengkulu Selatan.
Termasuk di provinsi lain di Indonesia,
juga akan melaksanakan suluk. Seperti di Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan
Sumatera Barat.“Pelaksanaan suluk itu akan dilakukan 10
hari selama bulan ramadan. Gelombang pertama pada 3 ramadan dan gelombang kedua
16 ramadan,” bebernya.
Peserta suluk itu, tidak hanya datang dari
Bengkulu. Namun juga ada dari provinsi lain. Seperti Jambi, Sumatera Selatan,
Jawa, Sumatera Barat dan Lampung.
Totalnya, ada sebanyak 2.092 orang jemaah
akan menjalankan suluk selama 10 hari pada bulan ramadan. Dari kuota tempat
yang disediakan sebanyak 3.429.
Hamdan menegaskan, ada beberapa syarat
khusus yang harus dipenuhi oleh peserta suluk. Peserta sudah berbai`at atau
menjadi Ikhwan Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia. Peserta harus sehat jasmani
dan rohani, dan apabila memiliki riwayat penyakit khusus/tertentu maka harus
menyampaikan secara tertulis. Peserta menunjukan surat pernyataan dan
persetujuan dari pihak keluarga. Peserta anggota TNI/Polri/ASN wajib membawa
surat keterangan izin/Cuti. Peserta tidak boleh membawa anak. Peserta tidak
dalam keadaan sedang hamil atau mengandung.
Kemudian untuk ruang kelambu tempat peserta
suluk melakukan kegiatan zikir perorangan. Ruangan berbentuk segiempat dengan
luas minimal 120cm x 120 Cm dan tinggi 150 cm. Kawasan kelambu harus dipasang
CCTV, agar bisa lebih mudah dilakukan pengawasan.
“Semua kebutuhan peserta ditangani
oleh panitia. Pantia Suluk, juga sudah menyiapkan tim medis, untuk memeriksa
kesehatan peserta selama menjalankan ibadah suluk,” tutupnya.(rilis)