berita realitapost

Hartanto Kuasa Hukum Ortu Siswa SMAN 5 Ultimatum, Pindah Sekolah Bukan Solusi

banner 120x600

Bengkulu, Realitapost.com — Kasus dikeluarkannya 72 siswa oleh pihak sekolah SMAN 5 Kota Bengkulu telah menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan dan pemerhati dunia pendidikan. Bahkan belum lama ini, pihak Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu telah memfasilitasi mediasi antara pihak Sekolah, perwakilan orang tua siswa dan Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu, namun sayang pertemuan tersebut tidak memuaskan pihak orang tua siswa.

Kini pihak orang tua siswa menempuh jalur hukum dengan resmi menunjuk kuasa hukum Hartanto, SH cs untuk menuntut keadilan sebagaimana telah dimandatkan perwakilan wali siswa kepadanya.

Ditemui di Kantor Ombusman, Rabu siang (27/8), Hartano, SH, menegaskan persoalan tersebut mencuat berakar dari masalah administrasi, sehingga terkait data Dapodik siswa itu administrasi yang ada di sekolah, sehingga sekolah harus menyelesaikannya dan anak atau orang tua tidak tahu menahu soal itu. Lantas ketika muncul kabar ada anak yang sudah bersekolah dan sudah melakukan banyak kegiatan selama di sekolah lalu sepihak dikeluarkan oleh sekolah atau tidak diakui, maka ini menjadi persoalan hukum.

“Kalau alasan itu Dapodik, inilah yang jadi permasalahan hukum. Karena di Dapodik itu ada data nama peserta didik perkelas jumlahnya 36 orang dan ada jumlah roombel. Sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan secara administrasi tanpa bicara soal hukum perdata atau pidana dan ada solusi karena peserta didik 36 orang itu tidak baku. Di Permen ada celah hukum, sebagai contoh di Jawa Barat bisa 50 peserta didik per kelasnya dan di Bengkulu pun dalam SK Kepala Dinas tidak sama, ada jumlah siswa 39 per kelas, ada roombel 11. Itu diatur dalam SK Kepala Dinas yang sudah diterbitkan bulan Mei lalu sehingga kalau itu dirubah maka jadi berbeda, ada keputusan, ada keputusan pejabat, ada keputusan pengadilan dan ada keputusan Permen. Apalagi dalam UU nomor 30 bisa diputusan penyelesainya melalui SK Kepala Dinas dari 36 siswa menjadi 37 atau 38 siswa perkelas, ” terangnya.

Untuk itu, dia meminta persoalan tersebut harus segara diselesaikan dan keputusan pindah sekolah sebagaimana yang telah diberitakan diberbagai media dari hasil mediasi beberapa waktu lalu, bukanlah solusi bagi anak tersebut. Keputusan itu justru merupakan keputusan sepihak tanpa disetujui orang tua siswa karena memindahkan anak bagian dari unsur tindakan pelanggaran HAM atas hak anak. Apalagi anak itu sudah bersekolah disana dan anak memiliki hak untuk bersekolah dimana pun.

“Apalagi dalam UU Pendidikan dan UU Perlindungan anak sudah jelas diatur hak anak. Ditagaskan dalam UU tersebut anak-anak tidak boleh disakiti psikisnya dan fisiknya apalagi hak pendidikan. Ingat ini masalah administrasi harus diselesaikan secara administrasi, kalau tidak maka akan ada upaya hukum lain yang akan kita tempuh nantinya,” tegasnya.(Damar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *