Realitapost.com, Bengkulu, – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bengkulu enggan mengambil tanggung jawab dalam kasus fraud yang melibatkan Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Bengkulu. Ketua OJK Provinsi Bengkulu, Ayu Laksmi Syntia Dewi, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi kasus tersebut karena BSI berkantor pusat di Jakarta.
“BSI itu kantor pusatnya berada di Jakarta, jadi pengawasan dan pemeriksaan merupakan kewenangan OJK pusat. Sedangkan kami di Bengkulu hanya mengawasi lembaga keuangan yang kantor pusatnya ada di Bengkulu,” ujar Ayu Laksmi, Selasa (11/2/2025).
Meski demikian, OJK Bengkulu mengaku tetap menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan tidak dapat ikut campur lebih jauh.
Fakta Persidangan: Keterlibatan Internal BSI?
Sementara itu, dalam persidangan kasus fraud BSI Bengkulu yang tengah berlangsung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bengkulu telah menghadirkan lima orang saksi, seluruhnya merupakan karyawan BSI. Beberapa di antaranya adalah Jastra Ferdinan (mantan Kepala Cabang BSI S Parman 2021-2022), Novan Zaman Hedyanto (Kepala Bagian Operasional BSI S Parman 2022), serta beberapa staf back office lainnya.
Menurut Dede Frastian, Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Tiara Kania Dewi, fakta yang terungkap di persidangan mengindikasikan adanya pembiaran dari pihak manajemen BSI. Bahkan, beberapa saksi yang dihadirkan dalam sidang telah menerima Surat Peringatan (SP) Pertama akibat kesalahan dalam menjalankan tugas mereka.
“Fakta persidangan menunjukkan bahwa dalam berkas perkara, tidak ada nama Siti Marsita, BOSM yang menjabat saat peristiwa hukum terkait deposito terjadi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada peristiwa hukum yang sengaja disembunyikan,” ujar Dede.
Ia juga menyoroti dakwaan JPU yang mencantumkan Pasal 64 KUHP terkait tindakan yang dilakukan secara berulang sejak 2019 hingga 2023. Menurutnya, hal ini mengindikasikan adanya kegagalan pengawasan dari pihak manajemen BSI serta kelalaian dalam menegakkan peraturan OJK.
Kami menduga klien kami tidak bisa melakukan tindakan berulang tanpa adanya campur tangan dari pihak manajemen BSI Cabang S Parman,” tegasnya.
Tiara Kania Dewi, Satu-satunya Terdakwa?
Tiara Kania Dewi, mantan Customer Service BSI Cabang Bengkulu, menjadi satu-satunya terdakwa dalam kasus ini. Ia dituduh melakukan fraud dengan menggelapkan dana nasabah senilai Rp 8 miliar melalui manipulasi deposito sejak Januari 2019 hingga Januari 2024.
Menurut kesaksian di persidangan, Tiara membuat buku tabungan ganda, satu untuk nasabah, sementara satu lagi ia pegang sendiri. Ia juga tidak melaporkan transaksi yang seharusnya dicatat dalam sistem bank.
Meski aksi ini berlangsung selama bertahun-tahun, pertanyaan besar muncul : Mengapa hanya Tiara yang dijadikan terdakwa? Apakah benar ia melakukannya sendiri, atau ada keterlibatan pihak lain yang luput dari jerat hukum?
Dengan pernyataan OJK Bengkulu yang menolak ikut campur dan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum, kasus ini masih menyisakan tanda tanya besar. Apakah benar ada pembiaran dalam pengawasan keuangan yang menyebabkan kerugian besar bagi nasabah?