Pemkot Bengkulu Ultimatum Perangkat RT, RW, Lurah Camat Terlibat Politik Praktis

BENGKULU – Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah sudah mulai, termasuk Kota Bengkulu. Pj Sekda Kota Bengkulu Eko Agusrianto kembali mengingatkan ASN untuk netral. Selain itu, lembaga yang anggarannya dibebankan kepada APBD maupun APBN untuk netral dan tidak berpolitik praktis, termasuk kelembagaan RT dan RW begitu juga dengan lurah dan camat di Kota Bengkulu.

Ia menjelaskan pada Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan bahwa ketua RT dan RW dilarang berpolitik praktis.

Oleh karena itu, dirinya mengingatkan agar Ketua RT dan RW mendukung Pemilukada 2024 berjalan dengan lancar dan menjaga kondusivitas lingkungannya.

“Jika ditemukan Ketua RT dan Ketua RW yang terlibat dalam politik praktis maka harus mengundurkan diri dari jabatannya sesuai dengan aturan yang berlaku,” tuturnya.

Kemudian, larangan ini juga mengacu pada Permendagri No 18/2018, disebutkan bawah RT, RW itu termasuk lembaga kemasyarakatan desa (LKD). Sedangkan LKD dilarang berafiliasi kepada parpol. Maka RT, RT bisa dikatakan dilarang untuk berkampanye atau terlibat politik praktis.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bengkulu menegaskan pegawai yang menerima upah dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilarang untuk ikut berpolitik praktis.

Pegawai penerima upah dari pemerintah seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tenaga honorer, Ketua RT dan Ketua RW.

Bawaslu juga berjanji akan melakukan pengawasan ketat dan menindak tegas setiap pelanggaran yang ditemukan.

Keterlibatan perangkat RT dan RW dalam politik praktis harus diwaspadai agar tidak mengganggu proses demokrasi yang sehat.

Seperti kita ketahui, Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang menjadi tim kampanye dan tim sukses dalam kampanye Pemilu 2024. Aturan tentang larangan ASN ikut campur dalam politik praktis tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 280 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 dijelaskan, selain ASN ada beberapa jabatan lain yang dilarang menjadi tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu. Berikut rinciannya.

1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

3. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;

4. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;

5. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;

6. Aparatur sipil negara;

7. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

8. Kepala desa

9. Perangkat desa

10. Anggota badan permusyawaratan desa; dan

11. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.(red)

Exit mobile version