berita realitapost

JMSI Nilai Arogansi OJK Bengkulu Bukti Anti Demokratis

banner 120x600

Bengkulu, Realitapost.com — Polemik tindakan represif Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu yang mengeluarkan wartawan dari grup media, memantik reaksi keras dari organisasi perusahaan pers.

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bengkulu, Riki Susanto, menilai tindakan tersebut sebagai preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Bengkulu.

Riki menyebut, tindakan “main tendang” (kick) dari grup informasi publik hanya karena tidak suka dengan pertanyaan kritis, adalah cerminan pola pikir yang anti-demokrasi.

“Saya sangat menyayangkan kejadian ini. Mengeluarkan wartawan dari grup diskusi resmi adalah tindakan primitif dan kekanak-kanakan. Grup itu dibuat untuk kelancaran arus informasi, bukan untuk ajang puji-pujian semata. Kalau ada pertanyaan soal data yang tidak sinkron, itu justru fungsi pers sebagai kontrol sosial,” tegas Riki Susanto, Senin (01/12/2025).

Ingatkan Fungsi Humas Tokoh pers muda Bengkulu ini mengingatkan OJK bahwa peran Humas adalah menjembatani komunikasi, bukan memutusnya. Menurut Riki, pertanyaan wartawan mengenai selisih data donor darah OJK dan PMI adalah pertanyaan yang substantif dan logis.

“Wartawan bertanya itu dilindungi Undang-Undang. Mereka bertanya untuk verifikasi, agar berita yang sampai ke masyarakat itu akurat. Kalau Humas OJK tidak bisa menjawab, katakan belum ada data atau akan dicek, jangan malah emosi. Itu menunjukkan ketidakprofesionalan yang fatal,” imbuhnya.

Desak Evaluasi Pimpinan Lebih lanjut, Riki Susanto mendesak Kepala OJK Bengkulu untuk tidak tinggal diam Dan jangan tutup mata melihat arogansi bawahannya. Ia meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap pola komunikasi OJK yang selama ini dikeluhkan tertutup oleh banyak awak media.

“Ini peringatan keras. OJK butuh media untuk sosialisasi literasi keuangan ke masyarakat. Jangan sampai kemitraan ini rusak gara-gara nila setitik arogansi oknum humas. Kepala OJK harus evaluasi timnya, dan kembalikan akses wartawan tersebut. Jangan wariskan budaya feodal di era digital ini,” pungkas Riki.(Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *