BENGKULU — Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Bengkulu di ultimatum oleh tim kuasa hukum Helmi-Mian dan Elva-Makrizal sehubungan dengan adanya 3 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 2/PPU-XXI/2023 jo putusan MK nomor 67/PPU-VII/2009 dan jo nomor 22/PPU-XXIII/2020.
Ketiga putusan itu menjelaskan isiyang sama dan tidak membeda-bedakan antara jabatan sementara dan defenitif. Baik itu istilah Plt, Plh ataupun Pj adalah sama. Sepanjang yang bersangkutan menjabat 2,5 tahun atau lebih maka sudah dihitung selama satu periode.
“Jadi itu menurut tiga putusan MK. Sehingga atas dasar itulah kami mengingatkan KPU dan Bawaslu agar tidak mengalami pembatalan pada saat Pemilu Legislatif yang terjadi di Sumatera Barat beberapa waktu silam. Terlalu rugi masyarakat Bengkulu, dan terlalu nekat calon yang maju dan tidak memenuhi syarat. Sejauh ini kami masih persuasif dan semoga KPU tobat,” tegas Kuasa hukum Helmi-Mian dan Elva-Makrizal Agustam Rahman, di sela-sela penyerahan berkas salinan putusan MK ke KPU Provinsi Bengkulu, Senin siang (3/9/2024).
Pada prinsipnya, lanjut Agustam Rahman, akan siap bertindak bila KPU dan Bawaslu Bengkulu tidak menanggapi apa yang mereka layangkan dengan melaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Jadi nanti, siapa pun pemenangnya dalam Pilgub dan Pilbup Bengkulu Selatan nanti kalau meloloskan calon yang tidak sah maka akan dibatalkan atas tiga putusan MK. Itu bila mereka menang, apalagi kalau kalah. Jadi bila Rohidin nanti dinyatakan menang dalam pemilu 27 November 2024 bisa dilantik jika Helmi-Mian tidak menggugatnya,” jelasnya.
Sementara itu, Calon Gubernur Bengkulu incumbent, Rohidin Mersyah, menanggapi polemik yang disuarakan oleh Tim Hukum Helmi-Mian terkait Putusan MK No 2/PUU-XXI/2023, Putusan MK No 22/PPU/VII/2009, dan Putusan MK No 67/PPU-XVIII/2020.
Menurut Rohidin, isu ini sering digunakan oleh pihak lawan sebagai upaya untuk melemahkan posisi politiknya, yang menurutnya adalah langkah yang tidak elegan.
Rohidin mengajak semua pihak untuk bertarung dengan cara yang fair di atas panggung demokrasi. “Tidak mungkin saya mencalonkan diri dan diusung oleh partai besar tanpa memastikan bahwa saya memenuhi semua persyaratan. Saya bukan baru pertama kali mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Kami telah memastikan, bersama konsultan hukum kami dan semua pemangku kepentingan, bahwa kami adalah calon yang memenuhi syarat,” jelas Rohidin.
Ia juga menegaskan bahwa perhitungan masa jabatan dimulai sejak pelantikan, dan aturan tersebut sudah jelas serta diatur dengan baik oleh PKPU sesuai dengan putusan MK.
Rohidin menyayangkan pihak-pihak yang terus menggunakan isu ini sebagai alat politik untuk melemahkan posisinya.
“Saya pesankan kepada seluruh masyarakat Bengkulu, relawan, dan pendukung, bahwa ini hanyalah gimik politik dari lawan yang seolah-olah kekurangan bahan untuk mencari kelemahan. Hal ini sangat tidak mencerminkan nilai demokrasi,” tegasnya.
Rohidin juga menambahkan, “Apalagi sikap mau menang dalam sebuah pertandingan tapi tidak mau masuk dalam gelanggang—mau menang tanpa bertanding adalah satu hal yang sangat naif.”
Ia mengingatkan bahwa ada 16 daerah lain dengan posisi serupa, namun di tempat lain semuanya berjalan damai dan menjunjung tinggi nilai demokrasi.
“Hanya di Provinsi Bengkulu saja yang terus berpolemik seperti ini. Masyarakat Bengkulu bisa menilai sendiri bahwa keputusan kami sudah sesuai dengan undang-undang,” lanjutnya.
Mengakhiri pernyataannya, Rohidin menekankan bahwa membangun demokrasi yang sehat harus didasari oleh integritas dan kejujuran, bukan dengan mencari celah untuk menyerang lawan politik secara tidak fair.
“Kita bertarung dengan elegan, bukan dengan cara-cara yang mencederai demokrasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Bawaslu RI telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 96 Tahun 2024 sebagai pedoman dalam menangani isu-isu hukum terkait pencalonan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota pada Pilkada 2024.
Pada poin 2.2.2. Surat ini menegaskan bahwa masa jabatan pelaksana tugas (Plt) Gubernur, Bupati, dan Walikota tidak termasuk dalam ketentuan yang diatur oleh Pasal 19 huruf c PKPU Pencalonan.
Dalam edaran tersebut dijelaskan bahwa masa jabatan yang telah dijalani oleh seorang Plt tidak dapat dihitung untuk menentukan apakah mereka telah menjalani setengah atau lebih dari masa jabatan tersebut.
Penghitungan masa jabatan seorang kepala daerah dihitung sejak pelantikan resmi, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilihan.
Surat edaran ini memberikan kepastian hukum bagi para calon kepala daerah dan juga bagi badan pengawas pemilu dalam menjalankan tugas pengawasannya, terutama terkait dengan masa jabatan yang menjadi isu penting dalam proses pencalonan.(Redaksi)