banner 728x250

Menjamurnya Warung & Warem Liku Sembilan Jadi Ancaman Serius

banner 120x600
Direktur Hutan Pendidkan UMB Sunaryadi dan Plt UPT Bukit Daun DLHK Provinsi Bengkulu Ading Fahruddin
BENGKULU – Menjamurnya warung disepanjang
jalan kawasan hutan lindung Liku Sembilan Bengkulu-Kepahiang belakangan ini diduga
bisa berpotensi ancaman serius secara massal.
Pasalnya, keberadaan warung dijalur tersebut lambat
laun bisa menuai banyak gejolak besar bagi Pemerintah. Diantaranya, ancaman kerusakkan
hutan dan habitat langka seperti bunga Raflesia diambang kepunahan. Bencana
longsor dan tumbangnya pohon penyangga dipinggir jalan liku Sembilan bisa
sewaktu-waktu menjadi ancaman bagi para pengguna jalan. Tak hanya itu, potensi
konflik antar warga dengan pihak lain yang telah lama bermukim disepanjang jalur
tersebut.
Yang paling ironis lagi ada beberapa warung yang pada
waktu malam hari bisa disulap menjadi café lengkap dengan wanita penghiburnya.
Hal itu jelas bukan rahasia lagi bagi banyak masyarakat khususnya mereka yang
kerap melintasi jalur tersebut. Lucunya belum ada langkah atau upaya dari
Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa setempat untuk melakukan penertiban
karena mulai meresahkan karena diduga kuat ada praktek prostitusi.
 
Terhadap hal tersebut, wartawan RealitaPost.com, saat
mencoba melakukan konfirmasi terkait kewenangan pengawasan hutan lindung di kawasan
liku Sembilan menjadi tanggungjawab Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi Bengkulu, Senin pagi (26 Maret 2018).
Kepala tersebut, melalui Plt UPTD Bukit Daun, Ading
Fahruddin, ditemui diruang kerjanya, Senin pagi (26 Maret 2018), menjelaskan
benar kewenangan atas kawasan hutan lindung disepanjang jalan liku Sembilan
menjadi wilayah tugasnya yang disebut Kelompok Hutan Lindung Bukit Daun. Hanya
saja sejak tahun 2016 silam pihak Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB)
secara resmi mendapatkan izin hak pemanfaatan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) dengan penataan batas disepanjang jalan liku Sembilan seluas 2.000
hektar. Itu dipertegas dengan Surat Keputusan Kepala Balai Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah XX Bandar Lampung.
“Jadi tugas kami hanya menerima laporan perkembangan
program terhadap pihak-pihak yang sudah mendapatkan izin pengelolaan dengan
berbagai macam kategori. Salah satunya seperti UMB dengan pemanfaatan KHDTK
seluas 2.000 hektar. Termasuk UNIB juga dapat di kawasan Bengkulu Utara dengan
luas 208 hektar. Untuk kawasan diluar itu kita terus melakukan pengawasan,”
ujarnya.
Baru-baru ini pihaknya juga sudah mendapatkan laporan
dari beberapa pihak yang intinya mulai meresahkan dengan menjamurnya warung
disepanjang jalan liku Sembilan tersebut.”Laporan yang kita dapat itu dari
Walhi dan ada dari masyarakat sehingga kita hari ini (kemarin) secara resmi menurunkan
tim ke lapangan untuk memantau aktivitas warga disepanjang jalan tersebut,”
terangnya.
Sementara itu, Sunaryadi selaku Direktur Hutan
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), membenarkan hal tersebut.
Adapun alasan atau tujuan UMB mengajukan hak pengelolaan dikawasan hutan
lindung liku Sembilan tidak lain untuk menyelamatkan habitat langkah yang
tumbuh disana sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat yang tinggal
disana. Selain itu pemanfaatan hutan 
dengan mengajak warga untuk menanam tumbuhan yang bisa memberikan
keuntungan kedua pihak baik pemerintah dan warga setempat.
“Sebagai langkah awal yang tengah kita lakukan dengan
pemasangan tanda batas seluas 2.000 hektar. Hingga kini prosesnya masih
berjalan da nada beberapa kendala dilapangan yang ditemukan, seperti adanya
penolakkan warga yang tinggal disana tidak mau dipasang tanda batas. Sesuai
petunjuk dari Kementerian Kehutanan bahwa jika pemasangan tanda batas rampung
baru dilakukan pendataan  dan dilanjutkan
dengan sosialisasi. Namun itu nampaknya kita mendapatkan tantangan besar
ditahap awal sehingga kami tentu sangat butuh dukungan besar dari banyak pihak,”
ujar pria yang juga menjabat Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat.
Terhadap persoalan yang mengancam dari maraknya warung
dan warung remang-remang disepanjang jalan liku Sembilan. Ia sudah memahami
betul persoalan yang ada dan sudah berupaya melakukan langkah bersama melalui
pendekatan secara informal mulai dari mahasiswa hingga para dosen yang
terlibat. Namun UMB memiliki keterbatasan kewenangan.”Ya kalau nanti banyak
penolakkan masyarakat dan gejolak lain yang tidak mau kita bantu pengembangan
dan pengabdian yang kita lakukan maka silakan saja dicabut izinya. Namun kami
tetap berupaya maksimal semampu kami,” terangnya.[Damar]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *